Thursday, June 16, 2011

Citizen Journalism Versus Corporate Marketing

Berkembangannya pembahasan tentang citizen journalism atau lebih mudahnya jurnalis warga yang bisa dikenal dengan warta warga, saat ini jika diibaratkan seperti 2 mata koin yang mana ada postitif dan negatifnya.

Citizen Jurnalism Versus Corporate Marketing

Kali ini saya tertarik mengulas kembali tulisan dari Mbak Kimi di blognya tentang peristiwa yang terjadi baru-baru ini dengan judul Kecewa dengan Telkomsel. Hal ini adalah sebagian kasus kecil yang merupakan salah satu dari banyaknya rentetan kejadian-kejadian serupa saat internet sudah bisa di akses oleh orang banyak.

Masih ingat peristiwa kasus prita. Sebuah rumah sakit yang katanya bertaraf internasional akhirnya jatuh reputasinya oleh ketidaksiapan sang rumah sakit dan tidak peka terhadap keluhan pasiennya.

Di komentar blog Mbak kimi ada sebuah komentar yang menarik, jujur inspirasi tulisan kali ini adalah dari komentar ini.

Citizen Jurnalism Versus Corporate Marketing

Bagaimana pun saya sependapat dengan komentar galihsatria citra negatif lebih cenderung cepat di bandingkan citra positif di sosial media, mirip gosip para ibu-ibu rumah tangga. Brand yang di bangun dengan modal yang tidak sedikit sampai miliyaran rupiah akan sia-sia jika ternyata SDM tidak siap dengan yang namanya komplen dan bagaimana cara meredamnya.

Ada api berarti ada asap, jika tidak buru-buru dilakukan penanganan maka siap-siap akan ada kebakaran. Apalagi jika ternyata ada yang salah di sini dan cuek bahkan acuh sambil pasang muka tembok.

Akhirnya setiap keluhan yang selalu mentah di tangan coustamer service menjadi alasan untuk siapa saja melayangkan surat terbuka ke publik melalui sosial media yang dimilikinya sehingga akhirnya berkembangan menjadi opini publik.

Di sinilah perperangan antara warga dengan corporate marketing akhirnya terjadi di ranah umum. Yang satu cuek sambil tanpa terjadi apa-apa sambil tetap mengobral janji-janji dan promosi sedangkan di sisi lain banyak menjatuhkan reputasi dengan terus membentuk sebuah opini yang menghipnotis semua menjadi ikut-ikutan menjatukan reputasi brand tersebut.

bom waktu marketing

Rasanya jika seperti itu siapa yang kira-kira dirugikan ya?
Share:

9 comments:

  1. American Marketing Association pernah melakukan penelitian. Customer puas paling banyak akan cerita ke 6 orang yang dikenalnya. Sebaliknya, Customer kecewa akan bicara kepada minimal 25 orang yang dikenalnya. Itu makanya disarankan agar perusahaan melayani pelanggan yang tidak puas tersebut dengan mengganti apa yang dia beli atau memberi hadiah atas keluhannya. Biaya untuk mendapatkan pelanggan baru 6 kali lebih mahal daripada mempertahankan pelanggan lama yang kecewa.

    ReplyDelete
  2. American Marketing Association pernah melakukan penelitian. Customer puas paling banyak akan cerita ke 6 orang yang dikenalnya. Sebaliknya, Customer kecewa akan bicara kepada minimal 25 orang yang dikenalnya. Itu makanya disarankan agar perusahaan melayani pelanggan yang tidak puas tersebut dengan mengganti apa yang dia beli atau memberi hadiah atas keluhannya. Biaya untuk mendapatkan pelanggan baru 6 kali lebih mahal daripada mempertahankan pelanggan lama yang kecewa.

    ReplyDelete
  3. Nah, masalahnya ya itu.
    Kadangkala kita sebagai blogger yang mendapatkan job review terpaksa harus "berbohong" sejenak :D
    Yang diomongin yang baik2, padahal apa yang dirasakan gak seperti itu :D
    Orang terkadang masih takut untuk berbicara apa adanya :)

    ReplyDelete
  4. Tapi kalo saya sih ngomongnya blak-blakan :D
    Kalau menurut saya bener adanya, ya udah deh.
    Saya juga pernah tuh berkoar2 ke Telkom gara2 tagihan bulanan saya masih menggunkan tagihan yang lama.
    Bayangin aja, selama 6 bulan mereka mengeruk keuntungan 40rb/bln.
    Akhirnya saya komplain terus dan ditanggapin juga :D
    Duitnya dikembaliin :D

    ReplyDelete
  5. pengalamannya jadi buat masukan buat kita-kita semua nih :)

    ReplyDelete
  6. Karena warga sudah punya media, dan kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Mungkin teknik marketingnya sekarang bagaimana mendekati warga, membangun brand dari pendapat atau testimoni warga sehingga menciptakan perbincangan yg meningkatkan kepercayaan.

    ReplyDelete
  7. banyak yang dirugikan ... tapi bagaimana pun itu suara konsumen ... di Indonesia suara konsumen cenderung dinomorduakan ... oleh karena itu, setidaknya itu membuat penjual kapok, biar ke konsumen berlaku baik

    ReplyDelete
  8. hehe selain kapok dan berhati-hati juga tentunya jadi semakin memperbaiki kualitasnya ya, mas :)

    ReplyDelete