Sunday, June 5, 2011

Blogvertorial, Review Dan Kritik Dalam Ranah Blog

Kali ini saya sedikit tertarik untuk membahas masalah yang berasal dari postingan Mas Joko di blognya, "Apakah Seorang Blogger Publisher Harus Hilang Kekritisannya?". Mengenai sikap kritis narablog yang tadinya boleh dibilang dengan terang-terangan menuliskan tentang kekecewaannya terhadap sebuah brand dan karena ada tawaran mengiurkan maka seketika berubah 360 derajat menjadi memujinya. Apakah harus seperti itu?


Blogvertorial

Blogvertorial sendiri merupakan penggabungan kata Blog dan Advertorial, dimana pengertian Advertorial di sini :
 Advertorial adalah bentuk periklanan yang disajikan dengan gaya bahasa jurnalistik. Advertorial berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris Advertising dan Editorial. Periklanan (advertising) adalah penyajian materi secara persuasif kepada publik melalui media massa dengan tujuan untuk mempromosikan barang atau jasa. Editorial adalah pernyataan tentang opini yang merupakan sikap resmi dari redaksi.

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Advertorial
Jadi jika di ranah blog maka redaksi yang dimaksud di sini adalah sang penulis atau pemilik blog. Sifat Advertorial bermacam-macam bisa Informatif, Eksplanantif, Interpretif, Persuasif, Influentif, Memuji, Argumentatif, Atau Eksporatif. Ini tergantung permintaan sang pemberi job tentunya.

Hal ini sudah ada sejak lama bahkan sejak internet belum lahir dimana yang ada hanya media cetak yang sedang di masa jayanya bahkan sebelum televisi hadir mungkin.

Review

Menurut hemat saya review dan advertorial ada sedikit berbeda karena review sendiri hasil translate dari  bahasa inggris artinya "memberikan tinjauan" (verb) tentu saja tinjauan ini sifatnya perspektif dari yang melakukan hasil analisa. Dimana dia harus benar-benar melakukan riset secara langsung bukan hasil "katanya" misal jika itu berupa sebuah brand maka dia harus paham dan maksimalnya telah memiliki pengalaman terhadap brand tersebut dan melakukan pembahasan sesuai porsi pemahamannya. Positif dan negatifnya harus diungkapkan tanpa harus menyembunyikan salah satunya.

Makanya jujur sampai sekarang saya pribadi agak kesulitan kalo disuruh menulis review yang bagus hehe...

Kritik

Yang satu ini jika kita kembali melihat kepada wikipedia maklum situs ini adalah rujukan favorit saya.
Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Kritik

Maka yang cenderung dilihat biasanya dari segi kekurangan atau negatifnya saja. Umumnya yang belum memahami esensi kritik akan marah-marah dan tidak terima bahkan langsung memasukannya dalam kategori pencemaran nama baik padahal tujuan kritik itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas dan memberikan masukan berharga. Tentu saja hal ini harus sejalan dengan etika kritik itu sendiri.

Beda dengan testimonial yang terbalik dengan kritik karena yang diungkapkan adalah sisi baiknya saja.


Kesimpulannya

Blog adalah media marketing berpotensi bagi para Advertiser.

Harus diakui namanya jurnalistik mempunyai pakem dan aturan dalam menulis. Sehingga umumnya artikel advertorial terasa kurang polesan sisi personal. Di sinilah peranan blog maju ke depan, para publisher mengambil alih kampanye marketing satu ini. Karena sebuah advertiser bisa melihat langsung tanggapan masyarakat terhadap brandnya.

Yang diinginkan advertiser bukanlah sebuah pujian yang kosong. kalo begitu apa bedanya dengan media advertorial media lainnya justru yang ditunggu mereka adalah feedback dan respon publik. Dan dengan Blogvertorial, Review dan Kritik, pihak advertiser akan mendapatkan 2 keuntungan. pertama, promosi dan kedua, Masukan untuk memperbaiki kualitas.

Blog cenderung jujur.

Tahun lalu saya sempat chating dengan sebuah Pimpinan redaksi majalah. Menurut beliau narablog amat dianggap istimewa dibandingkan penulis kebanyakan karena dipandangan beliau, narablog itu lebih mampu menulis dengan jujur dan bebas tanpa adanya batasan dan juga tanpa mengharapkan bayaran.

Nah, hal ini menjadi topik hangat yang menjadikan alasan saya menulis tentang ini. Di bahas oleh Mas Joko pada paragraf pertama di atas dan Mas Jawari dengan postingannya "Blogvertorial Jinakan Blogger Kritis?". Benarkah demikian?

Blog pada fitrahnya merupakan jurnal-jurnal dari opini publik. Jadi para narablog yang juga publisher yang dibayar dengan menulis diblognya tidak usah takut kehilangan job hanya karena menuliskan sebuah pengalaman buruk terhadap sebuah brand dan jangan terlalu lebay dengan memuji habis-habisan. please deh ah haha...

Di bayar atau tidak, kalo memang harus kita tuliskan untuk publik kenapa tidak dan wajib dengan bahasa yang sopan dan mengenai target. Jadi inget "dendam ala Blogger"nya Mas joko haha... dan jangan karena dibayar kita harus menutup-nutupi suatu kekurangan kan namanya review berarti sisi baik buruk harus seimbang untuk diungkapkan.

Sedangkan kalo Blogvertorial tergantung "wani piro?" hehe

Sumber Gambar : gettyimages.com
Share:

10 comments:

  1. Dalam menulis advertorial memang tak sebebas menulis opini/artikel biasa, terlebih nulis review. Karena ada kesepakatan tertulis dengan pihak advertiser agar mereview atau mengeksplore yang menjadi kelebihan produknya saja. Saya sering membandingkan advertorial itu ada persamaan dengan endorsement kalau dalam buku. Tentu tak mungkin menulis sisi kekurangannya di dalam advertorial yang berbayar. Tetapi di sisi lain kritik seharusnya yang tetap berjalan beriringan di sebuah blog kalau memang ada kekurangan yang perlu dikritik.

    Saya juga kurang suka jika advertorial ditulis, benar kata Mas Andi, terlalu lebay bertabur pujian hanya karena alasan dibayar. Advertiser pun saya yakin tak suka dipuja-puji begitu karena nanti jadi tak natural, padahal apa yang dimaui advertiser kita harus menjajal produknya dulu baru nulis dari sisi user experience sesuai pengalaman mencobanya.

    Yang saya suka dari IBN adalah hal seperti itu benar-benar diperhatikan di IBN. IBN setahu saya tidak asal comot publisher tapi melakukan seleksi lebih dulu. Publisher harus pemakai produknya dulu baru diberi job. Ini sudah saya buktikan ketika saya diminta mereview Telkomsel dan WhatsApp. Saya terpilih karena pemakainya. Kedua, saat review job Indosat dibagi ke-100 blogger saya tak terpilih karena kebetulan bukan pemakai produk Indosat. 

    Terima kasih, Mas sudah repot-repot mau melanjutkan topik menarik ini di blog Mas Andi. Juga terima kasih untuk backlinknya ke blog saya.  :) 

    ReplyDelete
  2. He he..., toh pada akhirnya yang menilai juga pembaca sendiri. Narablog kan bukan hanya pasang nama namun juga penghargaan terhadap pembaca, tidak seperti brand terkenal yang memungkinkan monopoli (meski ketahuan curang, tetap bisa tebal muka).

    ReplyDelete
  3. Mending review daripada advertorial. Lebih natural dan berdasar pada user experience. Sehingga kita bisa bercerita apa adanya. Walaupun disusupi sedikit iklan.

    ReplyDelete
  4. berusaha menjadi netral,ternyata itu yang sulit ...dan memang hanya pada beberapa blog saya bisa mendapati itu ..kebanyakan sih sangat lebay ketika menulis review,bahkan terkesan tutup mata terhadap segala kekurangan product yang di review,dan itu wajar karena memang mereka di bayar untuk menuliskan keunggulan product tersebut,bukan menjatuhkan...

    dan betul kata mas Joko,alangkah lebih bijak ketika kita di beri job advertorial,kita juga sebagai pengguna,karena jika berdasar pengalaman pribadi akan lebih fair,enak di mata pembaca,dan gurih di mata pemberi job..

    jadi akan lucu ketika saya di beri job untuk me-review tentang BH ukuran 60 sedangkan saya sendiri tidak memakai BH,ketika harus melakukan riset,harus riset kemana karena ukuran BH istri saya juga sebesar itu,yang kemudian terjadi hanyalah review berdasar imajinasi,hanya berdasar katanya serta referensi dari luar negeri,karena hanya orang luar yg mempunyai ukuran BH 60,kecuali melinda dee,..sedangkan tingkat kenyamanan berbeda,kurang lebih seperti itu kalau saya menggambarkan...

    dan blogger itu sendiri juga jangan asal menerima job,juga juga jgn asal tulis,juga jgn main jilat saja,mentang-mentang di beri duit,lalu lebay,sebagai balancing tulis juga sedikit kekurangannya....

    ReplyDelete
  5. @ Joko : Makasih mas atas opininya. seperti mas Joko bilang bola salju terus bergulir :)

    ReplyDelete
  6. @ Cahya : betul mas nanti semua akan kembali ke penilaian pembacanya.

    ReplyDelete
  7. @ Goest wid : Masukannya mantaps, mas apa lagi tentang ukurannnya :D
    yup betul yang penting natural dan kesannya tidak dibuat-buat. cuma saya juga masih harus belajar menulis natural lagi supaya sang advertiser ngga kapok :D biar bisa nego wani pironya haha

    ReplyDelete
  8. Dilema antara tulisan advertorial bergaya jurnalistik versus tulisan pengalaman pemakai brand secara personal memang menarik tuk dicermati. Di sini tak ada aturan pakem selain batasan2 teoritis di buku2 tentang panduan menulis.

    Tapi yang perlu ditekankan bahwa; My Blog My Rules, beres. Apa yang kita tulis di blog sendiri semestinya bukan hasil dikte/arahan dari orang lain. Biarlah apa adanya, mau terkesan kaku (jurnalistik) atau semau gue (personal banget) juga boleh. Toh blog bisa juga sebagai media eksperimen bagi kita tuk mengasah kemampuan menulis, kan?

    So, opini tetap opini. Silahkan mengalir. Ambil sisi baik, tinggalkan sisi buruk.
    Tos! :D

    ReplyDelete
  9. @ Darin : setuju. mari kita tost kopi dulu. Tos!

    ReplyDelete